Gambaran Umum
Pemikiran E H Carr bermula dari pandangannya yang menganggap
bahwasanya idealism-utopian dalam menciptakan dunia yang aman dan damai dalam
segala bentuk peran antar negara-bangsa. Dimana kaum idealis-utopis tersebut
menggagas cara untuk mencapai dunia yang damai itu dengan membentuk organisasi
internasional Liga Bangsa-Bangsa (PBB) untuk melakukan tindakan pencegahan
secara permanen dari konflik militer antara negara-bangsa paska PD I, namun
akhirnya gagasan tersebut gagal.
Menurut Morgenthau, intisari dari studi HI adalah
“pengungkapan kritik realis terhadap konstruksi pemikiran kaum idealism-utopian,
dan itu merupakan hal yang paling urgent dari pemikiran internasional”. Carr
pun mengungkapkan kekecewaannya terhadap LBB karena gagal untuk menciptakan
perdamaian dan memahami realitas dunia. Carr menilai bahwa terjadinya krisis
dan PD I di eropa merupakan kegagalan dari kaum idealis-utopian dalam memahami
realitas hubungan internasional pada waktu itu, dengan mengesampingkan aspek
power politics dan mengedepankan aspek etika dan moral dalam hubungan
internasional tersebut. Jadi inti dari pemikiran Carr tentang realism politik
dalam bukunya The Twenty Years Crisis ialah didasarkan atas peranan negara dan
power politics, dimana hal tersebut dianggap dapat mengubur impian kaum
idealis-utopian dalam menciptakan keteraturan internasional.
Carr memandang bahwa perang merupakan harga mati ketika
power politics menjadi tujuan untama dalam hubungan antar negara-bangsa, dan perang
diaggap sebagai sebuah penyakit didalam hubungan internasional. Dan dari hal
tersebutlah Carr melakukan kritikan atau antithesis terhadap model yang diusung
oleh kaum idealism-utopian sebelumnya dengan menciptakan aliran realism
politik. Kaum idealism-utopian yang pada
dasarnya mendambakan sebuah pemerintahan dunia deman keamanan kolektif, namun
kesalahannya yaitu hal tersebut tidak akan pernah terwujud disaat kedaulatan
masih melekat pada setiap negara-negara didunia.
Dengan kekurangan yang terlihat pada pandangan
idealism-utpoian tersebut, maka dengan pandangan realism politik Carr mencoba
menitik beratkan masalah tersebyt kepada penerimaan fakta dan analisis sebab
akibat. Kaum realism politik biasanya lebih cenderung menekankan pemikirannya
dengan belajar dari rangkaian-rangkauan peristiwa yang tidak dapat dipengaruhi
ataupun diubah.dan aliran realism politik ini juga cenderung menitik beratkan
pada kekuatan yang ada dan berasumsi bahwa kepandaian tertinggi terletak pada
pemerintahan dan penyesuaian seseorang terhadap kekuatan yang ada.
Dengan demikian, pada akhirnya realism jugalah yang dapat
mengungkakan fakta-fakta hubungan internasional yang sarat dengan peperangan,
dimana power politics merrupakan pilihan utama bagi negara-negara dunia. Dan
tentang pentingnya power politics dalam analisis realism, Carr dalam tulisan
pendhuluan buku the twenty years crisis edisi kedua (November 1945) menyatakan
“The twenty years crisis ditulis dengan tujuan untukmeluruskan kesalaha yang
jelas dan membahayakan pada hamper semua pemikiran, baik akademisi maupun
masyarakat tenang politik internasional di negara-negara yang berbahasa ingris
yang mana dari tahun 1919 sampai denga 1939 yang hamper semuanya menolak power.
Dan dengan tegas Carr menyatakan bahwa power adalah sebuah unsur esensial dalam
politik, Hubungan internasional menurut Carr semuanya merupakan tentang power
politics, sehingga tidaklah mungkin mengeliminasi power dalam hubungan
internasional.
Pembedaan Carr atas Realisme dan Idealisme-Utopian
Carr membedakan antara realism dengan idelaisme utopis
kedalam 4 pembedaan yang penting, yaitu:
Pertama, tentang deskripsi skematik antara realism dan
idealism(realita dan utopia). Dimana kaum idealism-utopian percaya akan adanya
transformasi masyarakat yang ideal melalui act of will, namun masalahnya ialah
kaum idealism-utipoan tidak memuliki pengetahuan memadai untuk melakukan
transformasi masyarakat menuju kondisi yang ideal tanpa konflik karena terdapat
banyak hambatan-hambatan yang nyata, dank arena diabaikannya hambatan-hambatan
tersebut, kaum realism-utopian justru tidak dapat bergerak dari keadaan yang
sesungguhnya dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Seorang idealism-utopian
memimpikan perdamaian dunia, tapi meraeka tidak memiliki rancangan yang jitu
yang dapat menciptakan perdamaian tersebut. Mereka terus mempercayai pandangan
bahwa perdamaian akan terwujud dan terus berusaha meyakinkan masyarakat
internasional bahwasanya kepercayaan semacam itu akan membawa dunia kedalam
perdamaian yang hakiki. Disisi lain, kaum realis justru berangkat dari fakta
sejarah, menurut kaum realis realita social adalah produk dari suatu rangkaian
kuasalitas, sebuah hasil yang predetermined. Dengan demikian, realitas social tidak
bias diubah melalui suatu perjanjian. Kau realis menganggaphal-hal nyata
sebagaimana adanya dan pesimis terhadap tindakan-tindakan yang dipercayai dapat
mengubah dunia menuju tyang lebih baik (ideal).
Kedua, mengenai teori
dan praktik. Bagi kaum idealism-utopian, peertanyaan yang harus dijawab ialah
“apa yang harus kita lakukan terhadap teori?”. Pertanyaan ini penting untuk
dijawab karena dari sinilah dibangun sebuah mimpi kaum idealism-utopian dalam
memecahkan permasalahan-permasalahan dunia. Sekali ide telah dibangun dalam
pemikiran, maka yang harus dilakukan adalah bagaimana mewujudkannya. Dalam
konsep ini kaum ideolisme-utopian dibingungkan dengan dengan hal, apa yang
sebenarnya terjadi dan apa yang seharusnya terjadi.. ketika kaun
idelaisme-utopis menyatakan bahwa manusia itu setara, maka disaat itulah mereka
berkata seharusnya manusia itu setara. Disinilah letak perbedaan pandangan kaum
realis dalam hal teori. Bagi realis, teori itu berasal dari suatu realitas.
Ketika kaum idealism-utopian mencoba mereproduksi realitas dengan mengacu pada
teori, kaum realis malah menghasilkan sebuah teori dari suatu realitas. Dan
bagi kaum realis suatu teori yang didasarkan pada kesetaraan manusia ialah
keliru. Jadi apabila kaun idealism-utopian mengacu pada ide (teori), maka kaum
realis mengacu pada tealitas (praktek).
Ketiga, tentang kiri dan kanan. Pertentangan kiri dan kanan
adalah antara golongan radikal (siasosiasikan sebagai kiri) dan golongan
konservatif (diasosiasikan sebagai kanan). Golongan radikal biasanya utopis dan
golingan konservatif adalah realis. Cendidiawan dan orang-orang terpelajar pada
umumnya akan bergabung dengan kolompok kiri sedangkan praktisi politik akan
cenderung kekanan. Kiri memiliki kelemahan dalam menerjemahkan teori kedalam
praktik, sementara kanan lemah dalam hal teori tapi kuat dalam praktek. Kiri
memiliki gagasan, sementara kanan memiliki kebijakan.
Keempat. Perdebatan muncul antara etika dan politik. Kaum
idealism-utopian percaya akan kekuatan etika sebagai panduan dalam kebijakan
luar negri. Kaum realis percaya bahwa etika muncul dari hubungan kekuasaan.
Dengan demikian, politik lebih memegang control dibandingkan etika. Kaum
idealism-utopian mengarakhan etika sebagai pengontrol terhadap politik,
sedangkan kaum realis mengnggap etika harus diterjemahkan dalam kerangka
politik, dan mencari etika diluar politik hanya akan membuat frustasi. Kaum
realis menganggap tidak ada kebaikan etika dalam realitas politik.
Menurut Carr, dampak dari pertentangan tersebut hanya dapat
dijawab dengan menyajikan fakta empiris yang terjadi dalam lingkungan hubunan
internasional.
Krikik Carr terhadap Idealisme-Utopian
Menurut Carr kaum idealism-utopis kurang relevan dalam
mendeskripsikan situasi dan kondisi politik internasional pada waktu itu.
Munculnya peristiwa-peristiwa tragis tahun1930-an dianggapnya sebagai bukti
kerapuhan dari lembaga internasional, fakta nyata yng mendasari perebutan
kekuasaan diantara negara-bangsa, serta kesalahan pendapat public dunia yang
mendukung pasifisme. Carr juga menolak akan dasae pemikiran normative
idealism-utopis seperti perhatian terhadap masalah hokum, moralitas dan
keadilan.
Carr menyatakan bahwasanya kaum idealism-utopis itu terlalu
percaya diri dalam mengaktualisasikan gagasan-gagasannya. Dengan berusaha
menghilangkan perang dengan public consent yang diartikulasikan dalam kebijakan
luar negri yang pada akhirnya muncullah LBB. Dan Carr berpendapat bahwasanya
berbahaya kalau kita hanya berpijak pada karakter normative sajak karena studi
HI akan mengarah pada imaji “apa yang seharusnya” bukan “apa yang ada”.
Menurut Carr, kepentingan nasional merupakan alat
satu-satunya untuk memperoleh kekuasaan dalam sistem internasional dan oleh
karena itu benturan kepentingan nasional tidak dapat dihindari. Maka
satu-satunya cara untuk menanganinya ialah dengan balance of power antara
negara bangsa dalam sistem dunia internasional. Dan dalam hal ini Carr
menganggap krisis 20 tahun sebagai kensekuensi logis hubungan internasional
pada masa itu. Power tetap berada di posisi atas diatas etika moral
idealisme-utopian maka dari itu tidak ada etika moral dalam hubungan
internasional, yang ada hanyalah power politics.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Your comment is my progress
So to leave some comment