Sabtu, 31 Maret 2012

Rubrik Hubungan Internasional - Antara Cocos, Amerika dan Protes Indonesia


Dikutip dari Media online http://blog.konspirasi.com 

          Rencana Amerika Serikat (AS) membuka pangkalan militer di kepulauan Cocos di Australia menuai protes dari Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia (RI) memprotes rencana pemerintah Amerika Serikat (AS) dan Australia membangun sebuah pangkalan militer di kepulauan Cocos, Australia. Rencana tersebut dianggap mengganggu kedaulatan karena kepulauan Cocos hanya berjarak 3.000 kilometer dari wilayah teritorial Indonesia.
           Ungkapan protes RI disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto. "Pemerintah Indonesia memprotes sikap pemerintah AS berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pemantauan pesawat dan radar" ungkap Suyanto seperti diberitakan dalam Xinhuanet, Kamis (29/3/2012). "Setiap negara memiliki hak untuk melindungi kedaulatan mereka," ujar Suyanto seperti dikutip dalam nota protes.
           Sebelumnya, Menteri Pertahanan Australia, Stephen Smith telah mengatakan bahwa pemerintah Australia bersedia meminjamkan kepulauan Cocos untuk dijadikan pangkalan bagi pesawat pengintai AS. Rencana ini memang belum akan direalisasikan dalam waktu dekat. Jika AS benar-benar ingin merealisasikan keinginannya, maka pangkalan AS yang berada di kepulauan Diego Garcia, Samudra Hindia akan ditutup. Pangkalan ini merupakan pangkalan yang disewa oleh basis militer AS dari Inggris.
           Pulau Cocos terletak di sisi barat pulau Hindia, bagian selatan dari pulau Indonesia di Sumatera. Media AS melaporkan bahwa pulau ini adalah tempat yang ideal untuk mengakomodasi pesawat pengintai dan juga Drone Global Hawk, pesawat pengintai tanpa awak yang dioperasikan oleh angkatan udara AS. Pulau ini pun lebih dekat ke Indonesia ketimbang Australia. Hal inilah yang mendorong Jakarta melayangkan protesnya dan menilainya mengancam keamanan wilayahnya.
           Indonesia pun berencana melayangkan protesnya ke Washington. Ulah AS tidak sebatas ini, sebelumnya Gedung Putih menandatangani kesepakatan dengan Canbera untuk mengirim marinir AS ke Australia dan ditempatkan di pangkalan militer di utara negara ini yang berjarak sekitar 800 km dari Indonesia. Tentu saja ulah AS dan Australia langsung dibalas protes oleh Indonesia.
          Namun demikian sepertinya Australia tidak pernah memandang sebelah mata kepada Indonesia. Buktinya Menteri Pertahanan Australia, Stephen Smith pada Rabu (28/3) menyatakan kesediaan pemerintahannya meminjamkan Pulau Cocos kepada AS untuk menjadi pangkalan pesawat pengintainya. Meski AS menyatakan bahwa penempatan perisai rudal di negara Asia dan penerbangan pesawat mata-mata di kepulauan Samudera Hindia ditujukan untuk mengawasi Cina, namun negara kawasan terutama Indonesia yang jaraknya cukup dekat dengan pangkalan tersebut sangat khawatir.
           Dari sisi ekonomi, negara kawasan yang melihat laju perekonomian di timur dan tenggara Asia hingga kini bergantung pada stabilitas kawasan mulau merasa khawatir dengan sikap Washington dan menilai hal ini sebagai ancaman serius bagi perekonomian mereka. Di antara negara kawasan, Indonesia yang memiliki jalur lalu lintas internasional khususnya jalur laut Malaka lebih khawatir dibanding negara lainnya.
          Di kamus strategi militer AS di kawasan yang berusaha mengepung Cina, negara-negara seperti Australia, Jepang, Korea Selatan dan sejumalh negara Asia Tenggara memiliki peran menentukan. Namun penentangan yang semakin hebat dari bangsa kawasan khususnya, rakyat muslim Indonesia terhadap langkah intervensif Washington di kawasan ini memaksa Gedung Putih menggandeng Canberra dan membujuk negara ini mengizinkan pembuatan pangkalan militer di dekat Indonesia.
           Menurut para pengamat politik, AS tengah mengejar ambisinya di kawasan dengan meningkatkan kerjasamanya dengan Australia serta sejumlah negara kawasan lainnya. Pertama, AS berusaha melindungi sejumlah negara kawasan yang terlibat sengketa dengan Cina terkait kepemilikan sejumlah pulau dengan menambah personil militernya di kawasan serta berusaha mengacaukan stabilitas keamanan regional. Kedua, ketika instabilitas keamanan di kawasan telah terjadi maka terpaksa negara Asia Tenggara akan merengek kepada Washington untuk menjalin kerjasama militer.
          Menurut para pengamat, Australia dari satu sisi terpaksa meningkatkan hubungan militernya dengan AS dan dari sisi lain berusaha mencegah kerugian akibat hubungannya dengan negara kawasan termasuk Cina yang menjadi mitra dagang terbesar Canbera. Oleh karena itu, selain mendapat protes dari Indonesia, Australia juga harus bersiap-siap mendapat kecaman dari Cina.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Your comment is my progress
So to leave some comment